Oleh: Jaya Setiabudi | 26 September 2011

Kumpulan Ketulusan

Bayangkan… ada orang2 dari penjuru Nusantara yang mau membayar Rp. 650.000,-/ orang untuk menghadiri sebuah rapat, hingga larut malam… Belum termasuk biaya transportasi & akomodasi ditanggung sendiri…

Tak membicarakan kepentingan pribadi, tapi sebuah organisasi tak berduit…
Berkontribusi untuk melayani, begitupun masih sering dicaci…
Seperti apa kualitas orang-orang seperti itu?

Saya bangga akan berkumpul bersama mereka dalam Rakornas EA (bagian dari Temnas EA 2011), membenahi organisasi mulia ini agar lebih maksimal dalam berbagi…
Orang-orang yang tulus berbagi, menghidupkan nilai-nilai “Connectivity with Sincerity”.
Mereka bergabung dengan EA dan bertanya,”Apa yang bisa kubagi…?”, bukannya,”Aku bisa dapat apa disini…?”

Diner bersama mereka adalah makan malam terindah…
Energi mereka menyehatkan jiwaku…
Pertemanan inilah yang langgeng…
Fondasi ketulusan inilah yang mengakar kuat…

Tak sabar menunggu pertemuan kita…

Let’s F!GHT together…!

Oleh: Jaya Setiabudi | 26 September 2011

6 PENGUSAHA MILIARAN, 1 SEMINAR!!!

Fullday Seminar “DONGKRAK OMSET, GANDAKAN PROFIT”
Hadirkan praktisi-praktisi beromset MILIARAN/bulan.

Selasa, 4 Oktober 2011, Pukul 08.00 – 17.00 WIB.
Balai Sartika Convention Hall, Buah Batu, Bandung

Siapa saja mereka?

1. @Dennivilla, owner Kek Pisang Villa, oleh2 Khas Batam. Pemenang WMM 2008.

2. Reza Nurhilman @AxlTwentyNine, presiden @InfoMaicih, penjual kripik pedas dengan bantuan social media.

3. @DannyBaskara, admin & owner @Kata2Bijak, www.evoucher.co.id, pakar social media dengan lebih dari 200 ribu follower.

4. Arief Muhammad @Poconggg, CelebriTwit dgn follower lebih dari 900rb. Bukunya terjual 200 ribu copy (7,2M) hanya dalam 2 minggu.

5. @RanggaUmara, owner Franchise Pecel Lele Lela.  Seminar “The Magic of Dream Book”.

6. @IpphoRight, owner franchise TK Khalifah, penulis Mega Best Seller 7 Keajaiban Rejeki.

7. Moderator; @JayaYEA, pendiri Young Entrepreneur Academy @YEAindonesia; Mulia Ali Akbar, Penulis Buku BOOM! 8 Dinamit Kreativitas.

Bukan pengambilan acak yang kita (Tim Temnas EA) lakukan untuk mendatangkan ke 6 pembicara Temnas EA nanti. Ada benang merah kesamaan yang mereka miliki, yaitu KECEPATAN BERTUMBUH!!!

– Denni Delyandri, pemilik Kek Pisang Villa, oleh-oleh khas Batam;

– Axl ‘Maicih’ dengan pemasaran kripiknya yang unik & akun twitter dengan lebih dari 250 ribu follower;

– Arief Muhammad @Poconggg, bukunya laku senilai 7,2Milyar dalam 2 bulan;

– Ippho Santosa dengan buku dan seminarnya 7 Keajaiban Rejeki yang super laris.

Mereka atau usaha mereka populer hanya dalam waktu yang sangat singkat! Hingga omsetnya MILIARAN/bulan. Apa penyebabnya?

Nah, melalui talk show ini, perjalanan mereka menuju sukses akan digali. Selanjutnya kita formulasikan dan diterapkan ke bisnis Anda masing-masing. Apa kira-kira hasilnya? Yup, bisnis Anda akan meroket seperti mereka juga, bahkan lebih cepat!

Sukses itu berpola, gagal juga berpola!

Tiket hanya Rp. 250.000,- (termasuk makan siang)
Tiket Box: Young Entrepreneur Academy
Jl. Teuku Angkasa No.26 Bandung

Reg: 0859 7783 4199; 022 7631 3999
Follow: @TemnasEA2011

Oleh: Jaya Setiabudi | 25 Agustus 2011

Penyakit itu bernama Berharap

Berharap dia berubah, ternyata tidak.
Berharap dia seperti yang dulu, ternyata berubah.

Berharap dia mencintaiku.
Berharap dia membalas kebaikanku.
Berharap dia mengerti isi hatiku.
Berharap dia kembali padaku.
Berharap dia selalu bersamaku.
Berharap dia seperti aku…

Berharap sedekahku berbalas instan.
Berharap budiku berbalas susu.
Berharap amalku mendatangkan rejeki.
Berharap ikhtiarku berbuah kaya.

BERHARAP memang memberikan MOTIVASI, selebihnya KEKECEWAAN…

Seperti air yang mengalir, menerima apa yang terjadi,
menetralisir sampah, kencing dan tahi…
Tidak berharap batu berpindah, namun melewati dengan senyum, sembari memeluknya…
Karena air tahu, tak ada yang abadi, hanya sebentar dilewati…

Oleh: Jaya Setiabudi | 2 April 2011

Numpang Beken

Akhir-akhir ini saya sering sekali nongkrong di Twitland. Selain bisa berbagi ke lebih banyak orang, juga lebih efektif karena one to many, bahkan many to many. Bagi saya, setiap problem dari mereka, merupakan latihan bagi otot otak saya. Kali ini ada sebuah soal dari beberapa tweeps yang pernah menjadi contoh kasus alumni Entrepreneur Camp (ECamp) kami, sebut saja Juli. Beginilah percakapan kami…
Juli : Mas J, aku punya usaha jualan busana muslim. Apakah aku harus menggunakan nama tokoku di papan nama depan ataukah menggunakan merek salah satu produk orang lain yang terkenal?
MJ : Hah, apa alasanmu pakai merek orang lain di papan nama tokomu?
Juli : Karena pelanggan tuh tahunya aku jual jilbab ABC (sebut aja seperti itu). Merek itulah yang lebih dikenal dibanding nama tokoku.
MJ : Oww, gitu tho kasusnya…. Emangnya kamu sudah jadi distributor resminya dia juga?
Juli : Gak juga sih, cuma agen aja. Ada beberapa agen lainnya selain aku. Belum ada distributornya disini.
MJ : Selain dari produk merek ABC, adakah produk-produk lain yang kamu jual?
Juli : Banyak mas, tapi tak selaris produknya dia.
MJ : Apa kamu ada rencana atau visi, suatu saat akan menerbitkan merek sendiri untuk busana muslimmu?
Juli : Pasti donk mas, siapa sih yang gak pengin, tapi kan merekku belum terkenal. Trus gimana nih mas?
MJ : Oke aku paham kondisinya. Jadi intinya kamu menanyakan, apakah sebaiknya pakai nama ABC sebagai nama tokomu ataukah merekmu sendiri, betul?
Juli : Bener mas…
MJ : Begini Jul…, ada beberapa poin yang perlu diperhatikan sebelum kita mengambil keputusan. Pertama, karena statusmu bukan sebagai exclusive distributor yang mendapat proteksi dari produsen, maka sangatlah beresiko. Apa jadinya setelah kamu berjuang mempopulerkan produk-produk mereka, kemudian suatu saat nanti mereka mendepakmu atau membuka Toko ABC yang jauh lebih besar di kotamu?
Kedua, bukankah kamu punya impian membangun merekmu sendiri, bukan sekedar menjadi reseller merek lain? Kenapa tidak kamu besarkan merekmu saja?
Juli : Bener juga ya mas, aku gak kepikiran poin yang pertama. Tapi untuk poin yang kedua, kan perlu waktu dan biaya ekstra untuk mempopulerkan sebuah sebuah merek, mas?
MJ : Betul! Nah, inilah seni memadukan keduanya… Gunakan produk dari merek-merek terkenal sebagai ‘gula’ (baca artikel Hukum Semut) untuk menarik para semut datang. Karena bagaimanapun, lebih gampang menjual merek yang terkenal. Jika sudah banyak pesaing lain yang menjual merek-merek tersebut, berikan diskon lebih. Jangan berfikir mengambil untung dari produk tersebut. Ingat, yang penting semutnya datang dulu dan betah di tokomu (sering kembali). Bukan hanya itu, ciptakan kondisi getok tular hingga para semut akan saling memberitahu,”Mau jilbab ABC, ke toko XYZ (nama tokomu) saja, miring harganya!”. Nah, saat para semut menjadi pelangganmu, tawarkan ‘roti’, ‘susu’ dan ‘coklat’, yang berlabelkan merekmu sendiri. Jelas?
Juli : Tapi mas….

Pemirsa, eh pembaca…. Apa kelanjutan dari kisah tersebut? Juli tetap menggunakan merek ABC sebagai nama tokonya. Sampai-sampai kita menyapanya dengan ‘Juli ABC’. Dia aktif mengkampanyekan merek tersebut, meski belum menjadi distributornya. Malangnya, beberapa tahun kemudian, setelah pasar teredukasi dan mencukupi kuota, ABC membangun Toko di kota Juli dan melarang Juli menggunakan ABC sebagai nama tokonya. Disitulah Juli mulai terpukul dan mengganti nama tokonya dengan Toko XYZ. Malangnya, pelanggan berfikir Toko ABC sudah pindah tempat dan tak mau menjajal produk di Toko XYZ Akhirnya Juli banting setir membuka bisnis lainnya yang beda total dengan sebelumnya.
Belajar dari kisah Juli, memang tidak ada yang sia-sia atas apa yang terjadi. Tapi alangkah baiknya kita belajar dari pengalaman orang lain, untuk menghindari ‘lubang’ yang serupa. Boleh kita numpang beken dengan merek orang lain, tapi besarkanlah jalur distribusinya, bina pelanggannya dan besarkan besarkan merek kita, bukan sekedar bangga dengan kebesaran merek orang lain. Perlu diperhatikan juga bahwa semut yang kita pancing dengan gula, haruslah sesuai dengan target pasar ‘roti’, ‘susu’ dan ‘coklat’ yang kita jual. Jika tidak, maka para semutpun tak berselera dengan produk-produk kita. Paham? Jika tidak, twit saya di @jayayea

Oleh: Jaya Setiabudi | 21 Maret 2011

Sarang Semut

Sudah baca belum, tulisan terdahulu saya “Hukum Semut”? Kalau belum baca, scroll down dulu. Memang awalnya bermula dari gula yang ditebar, setelah itu semut berdatangan. Tapi bukan berarti lantas kita berdiam dan menunggu hasil, karena semua itu bukanlah permanen. Saat tempat lain menawarkan gula yang lebih manis, tentu saja semut-semut yang tadinya nongkrong di tempat kita, berpindah kelain hati. Fenomena ini sering terjadi di bisnis mall. Mereka berfikir dengan adanya tenant anchor (gula) seperti Carefour, Hypermart, cukup untuk membuat para semut betah di sana, eiiits nanti dulu. Selama tidak ada pesaing lain di sekitar yang menawarkan sesuatu yang lebih manis, oke-oke saja. Sudah jadi hukum alam, jika ada yang ‘berkilau’, maka kompetitorpun akan segera hadir di sekitar. Mulailah perang gula terjadi. Akibatnya, semut-semut yang tadinya jadi pelanggan kita, mulai mencoba yang baru, bahkan seringkali tak mau kembali lagi.

Apa yang membuat permanen?
Ternyata bukan gula yang membuat permanen, tapi sarang semutnya. Selain tingkat ‘kemanisan’, jarak juga menjadi pertimbangan si semut untuk mendatanginya. Jika ada gula-gula yang sejajar di dekat sarang mereka, tentu saja mereka memilih yang terdekat. Jadi hal yang terbaik adalah mendekatkan tempat bisnis kita di sarang semut tersebut. Trus apa yang termasuk kategori sarang semut? Pabrik, sekolah, rumah sakit, perkantoran, perumahan. Jarang sekali ditemui, gara-gara ada pabrik baru didirikan, membuat para karyawannya berbondong-bondong pindah kerja ke pabrik yang baru kan? Begitu juga para siswa yang bersekolah, asalkan tidak benar-benar jauh sekali jarak sekolah dengan rumahnya dan tidak ada kekecewaan yang mendalam, jarang sekali siswa pindah sekolah dengan alasan iseng saja.

Hal inilah yang harus dijadikan acuan memilih tempat usaha kita, agar tak perlu kerja keras menarik semut nun jauh disana, untuk sekedar mengunjungi toko kita. Percuma memilih tempat yang murah jika tak ada semut yang lewat. Serupa halnya dengan membuka warung bakso di kuburan, yang beli kuntilanak, hiiii. Ada seorang peserta Entrepreneur Camp bertanya,”Saya punya usaha konter crepes, tapi sepi pengunjung, dikarenakan mall yang saya tempati sepi juga. Apa yang harus saya lakukan?”. Saya berkata,”Saya akan menjawab, asal tidak ada kata ‘tapi’ setelah itu! Setuju?”. Dia jawab,”Setuju”. Dan sayapun berkata,”Pindaaaaah!”. Lebih baik bayar lebih mahal, daripada menanggung kerugian operasional gara-gara tidak ada pendapatan. Pastikan saat memilih tempat usaha, banyak semut yang lewat.

Sarang semut juga bisa diciptakan dari menebar gula, hingga si semut merasa nyaman dan menarik kawan-kawannya untuk menjadikan tempat itu sebagai markas barunya. Contohnya adalah fitness centre ternama. Karena member mereka yang cukup banyak dan loyal, fitness centre tersebut bisa jadi sarang semut. Jika Anda akan membuka usaha di mall, pastikan di dalam mall tersebut ada sarang semutnya, jadi tak perlu takut sepi. Tanpa menarik semut dari luarpun, sudah cukup ramai mall tersebut.

Fasilitas untuk sarang semut
Bagi Anda yang memiliki kategori bisnis sebagai sarang semut, misalnya sekolah, kursus ternama, fitness centre, klinik (dengan dokter yang ternama), bisa bernegosiasi mendapatkan keringanan biaya sewa, bahkan gratis! Kenapa? Karena keberadaan bisnis Anda akan mendatangkan semut yang membuat wilayah tersebut laku, karena ramai. Jadi tinggal pilih, dekat dengan sarang semut atau menjadi sarang semut, monggo….

Oleh: Jaya Setiabudi | 4 Januari 2011

30+10 Menit

GOAL

Semua orang ingin sukses, tapi tak semua orang layak sukses. Jalan sukses itu berliku, terjal, naik, berbelok-belok, memutar, tapi jalan itu ada! Jalan itu terbuka untuk semua orang, termasuk Anda, tapi tak semua orang akan sampai ke finish. Banyak godaan untuk berhenti, baik faktor langit ataupun bumi dikambing hitamkan. Jarang ada orang yang ‘mengepel’ (baca:introspeksi) saat terpeleset. Banyak juga yang mengulangi kesalahan yang sama dengan dalih ‘konsistensi’.

You can not live with yesterday standard and expect extra ordinary income today!

Dibutuhkan extra kreativitas, pertambahan knowledge untuk menghadapi perubahan dan persaingan. Jika tahun lalu anda membuka toko dan laris, tahun ini pasti banyak toko serupa di sekitar Anda. Hargapun akan banting-bantingan. Itu sudah hukum alam, jangan salahkan kompetitor. Salahkan diri Anda yang tak mau berubah.

Dimana Anda tahun lalu? Kemajuan apa yang Anda capai? Mungkin tahun lalu Anda belum mulai usaha, tapi sekarang Anda sudah menjadi pengusaha. Bisa jadi usaha Anda maju pesat dalam setahun, tapi bisa jadi Anda bangkrut sekarang ini. Bukan hanya hasilnya yang patut dipuji, tapi spirit Anda untuk tetap bergerak, bangkit dari kegagalan yang patut diacungi double jempol! Itulah Entrepreneur Sejati! Hidup tak selamanya adil. Mungkin Anda sekarang barusan tertipu, difitnah, jangan kurangi spirit Anda. Meskipun Anda sedang dibawah, yang penting Anda terus bergerak.

Sekarang waktunya my friend, untuk EVALUASI. Menghitung pencapaian dan kerugian. Re-strategy untuk kemajuan. Menengok kebelakang, mengecek perbekalan, menetapkan tujuan di tahun yang baru. Jangan katakan Anda tak punya waktu untuk mengasah gergaji Anda, karena itu bukan pilihan, tapi keharusan.
Cukup 30menit+10menit! Cari tempat yang tenang, jika perlu pergi ke resort. No hp, No children, No voice, Just between You and God! Sediakan selembar kertas putih dan pena.

10 menit pertama
Rileks dan ingat-ingat kembali, apa target-target Anda tahun ini? Mana yang tercapai, mana yang tidak. Kenapa tidak tercapai? Bagaimana cara memperbaikinya? Jika tahun ini tidak ada target, sesalilah kondisi Anda saat ini yang tidak banyak perubahan. Menangislah jika perlu, seolah-olah hari ini adalah hari terakhir Anda didunia. Seolah-olah malaikat sedang meng-audit hasil kerja Anda tahun ini. Berjanjilah untuk tidak mensia-siakan waktu.

10 menit kedua
Buat target baru tahun depan. Berapa target penghasilan Anda perbulan? Prestasi apa yang akan Anda capai! Tentukan tanggalnya! Apa komitmen sosial Anda? Berapa target zakat yang akan Anda bayar tahun depan? Berapa banyak anak yatim yang akan Anda santuni? Perbaikan hidup seperti apa yang Anda targetkan untuk keluarga Anda? Targetkan berdasarkan kebutuhan bukan keinginan. Visualisasikan dalam bentuk gambar. Tulis tanggal pencapaian Anda. Jangan membuat target sesuai dengan kemampuan anda sekarang, tapi sedikit lebih dari apa yang anda pikirkan. Sesungguhnya kemampuan kita melebihi apa yang kita pikirkan.

“Only those who can see the invisibles, they can do the impossibles”

10 menit ketiga
Bagaimana cara mencapai target-target Anda diatas? Gajahpun bisa dimakan kalau dipotong-potong, dibuat dendeng, abon dan di sup dagingnya. Potong-potong target tahunan Anda menjadi target 6 bulan, 3 bulan, bulanan, mingguan dan harian. Pikirkan strategi untuk mencapai target-target Anda, kemudian tuliskan. Jangan lupa ACTION, bukan hanya rencana saja!!!

+10 menit
“Mohon AmpunanMu ya Tuhan atas waktu yang terbuang percuma, bahkan ternoda oleh banyak dosa. Semoga Engkau masih memberikan hamba nafas untuk mejadi lebih baik dan mensyukuri segala rahmatMu”. Jangan puas terhadap apa yang kita capai, tapi syukuri apa yang telah kita dapatkan. Kita telah diberikan waktu puluhan tahun untuk bernafas. Apa balasan kita kepadaNya? Bahkan selalu kita meminta karena kekurangan. Pernahkah kita bersyukur anak kita terlahir utuh. Pernahkah kita bersyukur terhadap segala nikmat yang tak terhitung? Yang terakhir, barulah kita memohon kemudahan atas upaya kita. Bukan menjadi pengusaha yang kita cari, tapi nilai-nilai entrepreneurshipnya. Sukses bukanlah masalah pencapaian saja, tapi bertumbuh ke potensi maksimal yang diberikan Sang Pencipta kepada kita.

HIDUP INI SINGKAT!

Jika hari ini adalah hari terakhir Anda di dunia, BAGAIMANA Anda ingin dikenang?
Jika hari ini adalah hari terakhir Anda di dunia, APA kata-kata terakhir yang ingin Anda dengar, dari orang-orang yang mencintai Anda?
Jika hari ini adalah hari terakhir Anda di dunia, APAKAH Anda sudah memberikan yang TERBAIK?
Jika Hari ini adalah hari terakhir Anda di dunia, APA yang Anda tinggalkan?
Apakah Anda layak sukses?
Apakah Anda sudah berusaha yang terbaik?
Apakah Anda membuat orang lain bangga ?
Apakah Anda meninggal seperti seorang PEJUANG? …atau PECUNDANG?
Berapa jam sehari Anda mengabdikan waktu Anda untuk bertumbuh?
Berapa jam sehari waktu terbuang percuma?
Semoga masih ada hari esok!
Hidup itu pilihan! Mana yang Anda pilih?
Hidup itu singkat, jadi ……

Oleh: Jaya Setiabudi | 28 Desember 2010

PENGETAHUAN PANGKAL KETAKUTAN

Menjelang tahun baru 2008, otak saya ‘melar’ cukup dahsyat. Banyak ide-ide pengembangan usaha dan Young Entrepreneur Academy yang terpaksa belum bisa terealisasi karena terlalu banyak liburan. Mungkin itulah salah satu musuh pengusaha, yes, liburan. Jangan salah artikan bahwa saya gila kerja, namun sebaliknya, saya ini suka bermain-main dengan hobi saya, yaitu menjadi pengusaha dan mengajar. Saat bingung mau ngapain saat liburan, ehh di koran nongol iklan jalan-jalan akhir tahun ke Kuala Lumpur (KL), Genting Highland dan Malaka. Daripada bengong di rumah, saya ajak aja istri untuk bulan madu (entah keberapa). “Yuk!”, dia menyaut.
Perjalanan itu sungguh membuat saya takjub, bagaimana pariwisata menjadi pemasok devisa yang besar bagi negara kecil tersebut. Jangan bandingkan dengan Indonesia tentang kekayaan wisatanya. Negeri kita…., jaauuuh lebih kaya dan cantik dari mereka. Hanya saja, kita tertidur, sedangkan mereka sudah terbang. Yang mereka sebut-sebut sebagai ‘Caves’, tak lebih cantik dibanding Ngarai Sianok di Bukit Tinggi. Pemandangan sekitar Genting Highland, tak lebih apik dibanding Puncak – Bogor. Tapi mengapa setiap sudut dari Genting bisa menghasilkan uang. Mungkin anda akan menjawab karena adanya casino disana. Menurut saya bukan. Buktinya, mayoritas dari pelancong, justru tidak pernah menginjakkan kaki ke ruang casino, termasuk saya. Namun wisata belanja dan permainannya yang mirip miniatur Dufan – Ancol, cukup membuat kaki kita pegel menapakinya.

Toko Turis
Rombongan kita sempat singgah di Duty Free Shop, yang terletak di kawasan pergudangan di daerah KL, yang jauh dari keramaian. Tempat itu benar-benar tidak seperti showroom jam dan cendera mata untuk turis. Harganyapun jauh lebih mahal dibanding dengan Batam. Tapi kenapa ramai dan laris? Turislah pembelinya. Sempat juga kita terhenti ke pusat penjualan coklat, ya, permen coklat, yang harganya terbilang mahal, tapi laku keras juga bak kacang goreng. Pernah saya lontarkan ide tentang membuka toko turis ini di kelas pengusaha di Bali, seperti halnya ‘toko Erlangga’, ehh kebanyakan mengatakan,”Turis sekarang pinter-pinter Pak, mereka tahu beli dimana yang murah”. Inilah yang disebut ‘BANYAK TAHU, BANYAK TAKUT’. Mereka berfikir para turis tahu tempat yang murah, seperti halnya mereka. Padahal, prosentasi yang tidak tahu dan ‘pasrah’ terhadap tour guide lebih banyak. Dan perlu diingat, banyak dari para pelancong yang tidak price sensitive, alias “bayar aja deh…!”
Masih nggak percaya kalo tempat terpencil tindak menjadi masalah? Coba datangi tempat-tempat berikut ini, Molen Kartikasari – Bandung, yang tempatnya di gang sempit seukuran satu mobil; Brownis Amanda – Bandung; Bolu Meranti – Medan; Moaci Gemini – Semarang; Pedesan Pepaya Teluk Betung – Lampung; dan masih banyak lainnya. Mungkin Anda berfikir bahwa mereka sudah lama berdiri, namun sebenarnya itu semua bisa diciptakan secara instan dengan pola kerjasama bersama tour & travel. Ingat, mayoritas pendatang di suatu kota, baik untuk urusan wisata atau bisnis, mereka akan menanyakan,”Apa oleh-oleh khas sini?”. Jangan takut, masih banyak yang tidak tahu!

Oleh: Jaya Setiabudi | 28 Desember 2010

TERIMALAH AKU SATU PAKET

Beberapa tahun yang lalu, Indonesia memilki idola dari segala idola. Hampir semua golongan dan bahkan lintas agama mengagungkannya. Pamornya melebihi presiden ataupun bintang film paling terkenal sekalipun. Kharismanya saat berbicara membuat para jendralpun ‘segan’ saat berdampingan dengannya. Siapa lagi jika bukan KH Abdullah Gymnastiar, atau lebih beken dengan sebutan Aa Gym. Saya pernah diminta menjadi MC dadakan, pada acara ‘wejangan’ untuk para pengusaha di bawah bendera HIPMI Batam. Tak seperti biasanya yang lancar berbicara di depan umum, kali itu keluar keringat dingin saya. Spontan saya berucap,”Ntah kenapa saya merasa seperti seekor monyet yang penuh dosa dihadapan Aa (panggilan Aa Gym) yang begitu mulia. Seolah mata Aa menelanjangi aib-aib saya.” Aa-pun tersenyum dan hanya mengucap,”Masa’ sih?!”
Tak berapa lama kemudian, ada sebuah berita tentang ‘penambahan’ statusnya sebagai seorang suami. Meski beliau tidak melakukan suatu ‘kesalahan’ secara hukum agamanya, namun beliau melakukan sesuatu yang tidak ‘disukai’ oleh kebanyakan orang, apalagi kaum hawa. Tak lama berselang, mayoritas umatnya mulai meninggalkannya. Anehnya, meski kata-kata dalam dakwahnya sama dan baik, namun mayoritas orang tidak lagi mempedulikannya? Mengapa? Karena mereka kecewa. Sosok Aa Gym dianggap telah ‘menodai’ keagungan seorang figur masyarakat. Darimana datangnya kekecewaan itu?
Sebelum Aa Gym berpoligami, beliau memiliki ‘harapan peran’ sebagai seorang yang dianggap ‘suci’ oleh masyarakat. Namun masyarakat tidak sadar bahwa Aa Gym bukanlah malaikat. Mereka tidak mencari tahu apa sesungguhnya alasan Aa berbuat seperti itu? Tapi mereka telanjur menghakimi berdasarkan prasangka mereka. Apalagi mendapat dukungan kaum oportunis, juga media masa yang memancing di air keruh.
Sudah menjadi sifat dasar manusia memandang seorang publik figur seolah malaikat. Mereka menilai orangnya, bukan hikmah yang diajarkannya. Bagaimana dengan orang tua atau anak Anda? Apakah Anda masih menghargai dan menerima mereka, meski ‘menurut kita’, mereka berbuat nista? Mengapa tidak kita anggap seolah saudara kita? Ingat, benar menurut siapa, salah menurut siapa?

“Terimalah aku satu paket, bukan hanya sisi baiknya, namun sisi kurangnya juga. Aku hanyalah manusia, bukan makhluk tanpa dosa. Aku belajar dengan waktu bahwa manusia berubah dengan waktu dan kejadian-kejadian. Aku belajar dengan pengalaman, ternyata banyak prasangkaku yang keliru. Aku belajar dengan waktu, untuk memahami, bukan menghakimi.”

Oleh: Jaya Setiabudi | 21 September 2010

Nakal Itu Bagus!

Kalau menengok masa kecil saya, mungkin sebagian besar guru sekolah saya tidak akan menyangka jika saya akan ‘jadi orang’ (bukannya setan). Saking bandelnya, tetangga saya menyebut saya ‘anak setan’. Saat di bangku SD, saya hampir dikeluarkan oleh kepala sekolah saya, karena sering melanggar peraturan. Menginjak bangku SMP, seorang guru BP (Bimbingan Penyuluhan) menyumpahi saya sambil jarinya menuding “Kamu gak bakal sukses!!!”. Bisa jadi jika guru BP saya melihat saya jadi pembicara seminar, mungkin beliau langsung pingsan.

Ada apa dengan mereka? Atau ada apa dengan saya? Mungkin mereka menilai saya malas, suka buat keributan, nyontek terus. Secara prestasi tertulis, diri saya hampir selalu rangking 3 (dari belakang). Itu menurut mereka lho…! Menurut saya, guru saya yang tidak memahami saya. Meskipun selama 3 tahun di bangku SMP, saya tidak pernah mencatat, tapi di mata pelajaran Bahasa Indonesia saat kelas 3 SMP, catatan saya penuh dan rapi. Bukan karena saya suka mata pelajarannya, tapi saya suka gurunya. Dari mayoritas guru yang mengatakan saya anak setan, gak bakal sukses dan umpatan lainnya, hanya beliau yang mengelus saya dan mengatakan,”Jaya, kamu itu pintar!” (sedaaap!). Sama dengan yang dikatakan kedua orang tua saya,”Kamu itu pintar”.

Mengapa saya tidak termotivasi untuk belajar? Menurut saya, (maaf) guru saya yang ‘goblok’! Mereka tidak tahu potensi saya dan men-generalisasi pribadi saya dengan para siswa umumnya. Ditambah, metode pengajaran yang sangat membosankan dan penuh hapalan. Sedangkan saya sangat menyukai logika dan perhitungan. Maka dari itu saya menemukan titik balik saya saat saya masuk sekolah kejuruan dan universitas, meskipun masih ada sebagian mata pelajarannya, menurut saya adalah ‘sampah’.

Asal tidak kurang ajar & kriminal

Orang tua saya selalu menanamkan, nakalnya anak-anak adalah suatu yang wajar, asalkan tidak kurang ajar dan berbau kriminal. Nakalnya anak-anak adalah simbol ‘ekspresi’ kebebasan. Anak ‘ngeyel’ berarti ‘gigih’ memperjuangkan sesuatu. Tidak mau sama dengan yang lain artinya ‘kreatif’ dan berani tampil beda. Lasak artinya ‘aktif’. Tidak takut salah artinya ‘berani mengambil resiko’. Bukankah pribadi para pemimpin dan pengusaha adalah seperti itu? Bandingkan dengan seorang anak yang diarahkan oleh orang tuanya untuk ‘patuh’ pada peraturan, tidak boleh ‘membangkang’, berfikir ‘urut’ dan ‘lurus’, serta ‘menghindari resiko’. Apa jadinya mereka saat ini atau kelak? Karyawan selamanya!

Masalahnya, jarang ada sekolah yang mengijinkan muridnya untuk tampil beda dan kreatif. Salah satunya adalah sekolah anak saya (saat di Batam), Tije Club. Meskipun masih relatif baru dan pendirinya ‘Kak Tije’ adalah master di bidang hukum, namun dia adalah sosok pendidik yang moderat. Pernah suatu saat, anak saya membuat  PR menulis huruf ‘B’. Namun anak saya memenuhi 1 halaman itu dengan huruf bervariasi, ada ‘L’, ‘F’ dan berbagai huruf lainnya. Istri saya menanyakan kepada saya, apa yang harus dilakukan? Saya bilang,”diamkan saja, saya mau lihat respon gurunya”. Eh, ternyata gurunya memberi nilai 100 dan tulisan ‘BAGUS’. Kenapa? Intinya khan belajar menulis huruf. Nah, anak saya bahkan bisa menulis lebih dari 1 huruf, ya bagus khan?

Sebagian dari pembaca akan berfikir pola fikir kita (saya dan Kak Tije), ‘nyleneh’. Tapi, menurut saya, itulah kreativitas. Yang penting khan tidak melanggar etika dan norma. Ingat, terlalu disiplin dapat membunuh kreativitas seorang anak. Tapi terlalu longgar juga dapat membuat anak kurang ajar. Jadi boleh disiplin, asal jangan mematikan kreativitas. Boleh nakal, asal tidak kurang ajar dan kriminal. Boleh juga protes tentang tulisan saya, wong namanya juga pendapat. Kalau semua mengangguk, artinya saya tidak kreatif, atau Anda tidak kreatif. Bingung? Bagus!

Oleh: Jaya Setiabudi | 21 September 2010

Zero dan The Secret

Masih ingat tulisan saya tentang konsep ‘zero’ yang diajarkan Om Bob Sadino? Tulisan tersebut mengundang sedikit kontroversi saat saya kirimkan melalui milis EA. Saat saya memberikan kelas mentoring bisnis di Bogor, saya ditanya oleh seorang peserta,”Mas J, di tulisan Mas J tentang zero, mas menceritakan tentang konsep yang diajarkan oleh Om Bob untuk tidak berharap. Sementara, di buku The Secret menganjurkan untuk berharap (bermimpi). Mana yang benar?”. Saya jawab,”Beda tingkatan berfikirnya aja mas!”. Artinya semuanya benar, tergantung tingkatan berfikir seseorang. Analoginya adalah seperti anak SD dan seorang profesor. Saat masih SD dulu, sering kita diiming-imingi hadiah sepeda atau mainan kalau naik kelas atau juara kelas, betul? Dari iming-iming tersebut, kita jadi rajin belajar. Hal itu berlangsung dari tahun ketahun, hingga terbentuk apa namanya kesadaran belajar. Nah, lain halnya jika kita bicara dengan seorang profesor. “Prof, jika prof mau belajar lagi dengan rajin, nanti saya belikan mobil ya!”. Yee, bisa ketawa tuh profesor. Tidak usah dibelikan mobilpun, profesor itu tetap akan belajar. Kenapa? Karena belajar sudah jadi kebutuhan dan kesadaran dia!

Om Bob bagaikan sang profesor, dimana dia melakukan setiap langkahnya kedepan, tanpa perlu diiming-iming lagi. Tanpa menciptakan harapan-harapan, Om Bob tetap akan action. Bahkan dalam level Om Bob, dia melakukannya sebagai wujud rasa syukur atas apa yang telah diberikan Allah kepadanya. Makna zero yang digambarkan oleh Om Bob sebagai lingkaran yang kosong, merupakan manifestasi keimanan seutuhnya. Dimana pada level tersebut, seorang hamba berpasrah tanpa prasangka sedikitpun. Zero sangat membantu kita, terutama saat kita mendapatkan ujian atau musibah. Misalnya Anda ditipu oleh seseorang. Apa jadinya jika Anda masih menggunakan logika dan rasa Anda? Anda akan mengumpat atas apa yang dia perbuat terhadap Anda. Atau mungkin frustasi, karena tidak mendapatkan solusi. Jika Anda zero, maka lebih ‘enteng’ bagi Anda menghadapinya. Koq bisa? Iya, nggak usah dipikirin saja. Ambil saja pelajaran positif dari situ, kemudian  serahkan kepada yang diatas akan kemudahan solusi-solusinya? Bukankah banyak kejadian dalam kehidupan kita yang tidak masuk akal?

Makna Zero lainnya

Zero juga bermakna pembebasan dari prasangka-prasangka dan ketakutan-ketakutan kita selama ini. Kenapa bisnis kita tidak bisa kita delegasikan ke orang lain? Karena kita punya ketakutan percaya dengan orang lain. Kenapa kita sukar menangkap peluang-peluang yang ada? Karena kita punya ketakutan akan kerugian. Jangan-jangan, nanti-nanti, ya kalau…? Zero bermakna ‘Total Surrender’, keimanan yang bulat terhadap apa yang terjadi dimasa yang akan datang, keyakinan akan keajaiban dan jalan yang bahkan tidak pernah kita pikirkan sebelumnya. Saya pribadi mengalami hal-hal yang tidak pernah terduga dalam kehidupan saya. Solusi yang saya dapatkan, sering tidak masuk dalam logika saya. Biarkan tangan-tangan Allah yang bekerja untuk kita. Ada orang yang mempertanyakan,”Saya sudah total surrender Mas J, tapi koq masih tidak dapat kemudahan-kemudahan itu?”. Artinya Anda masih hitung-hitungan dengan Allah atau Allah mau menguji ketotalan zero Anda! Belajarlah kepada para nabi dan wali. Bagaimana mereka bisa mendapatkan mukjizat-mukjizat itu? Karena keyakinan mereka terhadap yang diatas! Sekali lagi, yuk kita zero!

“Saat logika tak mampu menaklukkan rasa, hanya iman yang menenangkan jiwa. Pasrah adalah jalannya…”

Older Posts »

Kategori

  • Tak ada kategori